Mayoritas Di Atas Minoritas

Hal yang paling prinsip dalam menjalankan Demokrasi Kerakyatan adalah tetap menjaga demokrasi sebagai alat kepentingan seluruh anggota masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat. Memang sulit untuk mencapai kesepakatan untuk semua orang, namun perwujudan yang paling logis dari seluruh masyarakat adalah bagian mayoritas dari masyarakat tersebut. Inilah alasan kenapa kaum penguasa selalu menggunakan penipuan-penipuan seperti parlemen dan pemilu, untuk membuat seolah-olah keputusan yang diambil dalam parlemen adalah kehendak mayoritas masyarakat. Contohnya, ketika dalam pengaturan upah kita dapat lihat bahwa dengan mata telanjang kebutuhan mayoritas rakyat (kaum buruh) disetarakan dengan kerakusan para pemilik modal dalam negosiasi-negosiasi tertutup di dalam gedung parlemen.

Sifat kerakyatan adalah sifat yang berorientasi kepada mayoritas rakyat. Jadi dalam demokrasi kerakyatan, keputusan diambil berdasarkan kehendak dan kebutuhan mayoritas dan ini secara nyata. Bukan sebatas pengambilan suara saja, tetapi proses diskusi, perdebatan, dan akhirnya penalaran haruslah diadakan di permusyawaratan rakyat terkecil. Bentuk-bentuk pemilihan umum dan parlemen seperti sekarang (sebatas pengambilan suara) adalah penghambat dari kekuasaan mayoritas rakyat, karena justru menjebak mayoritas ke dalam perintah-perintah minoritas.

Namun, demi menjamin kesalahan seperti itu, kebebasan pendapat dan berekspresi harus dijamin, selama kebebasan tersebut tidak dimanfaatkan untuk menipu dan menindas mayoritas rakyat ataupun menghancurkan kekuasaan mayoritas. Tentu saja pelarangan tersebut dan pengadilan terhadap pelanggarannya juga harus melalui permusyawaratan-permusyawaratan rakyat.

Rabu, 30 Maret 2011

TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Biologi Tiram Mutiara
3.1.1 Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk dalam filum Mollusca. Filum ini terdapat 6 (enam) kelas, dan tiram mutiara termasuk dalam kelas Pelecypoda (Pelecypoda yang berasal dari kata pelekis = kapak kecil; podos = kaki). Secara lengkap klasifikasi tiram mutiara (Jameson, 1901 dalam Mulyanto, 1987) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Invertebrata
Philum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda
Ordo : Anisomyaria
Famili : Pteridae
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada maxima (Jameson, 1901)

Spesies Pinctada lainnya yang merupakan penghasil mutiara adalah Pinctada margaritifera, P. margaritifera zanzibaresi, P. margaritifera persica, P. margaritifera erytraensis, dan P. Cuminggi (Chan, 1949).

3.1.2. Morfologi

Gambar 10. Morfologi Tiram Mutiara (Pinctada maxima)

Secara morfologi tiram mutiara memiliki sepasang cangkang yang bentuknya tidak sama (inequivalve). Cangkang tersebut berfungsi melindungi mantel dan organ bagian dalam lainnya. Bagian cangkang sebelah kanan agak pipih dan cangkang sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut dihubungkan oleh sepasang engsel (hinge), sehingga akan mempermudah tiram dalam membuka dan menutup cangkangnya (Tun dan Winanto, 1988).
Kelas Pelecypoda atau bivalve secara umum mempunyai cangkang dengan dua belahan dan engsel di dorsal yang menutup seluruh tubuh (Winanto, 2004). Cangkang (shell) tersebut tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan sebelah kiri lebih cembung. Kedua cangkang tersebut bersatu pada bagian punggung (dorsal) dan dihubungkan oleh sepasang engsel (hinge line) yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang (Winanto et al., 1988).
Tiram muda atau spat mempunyai warna cangkang bervariasi dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua atau kuning kecoklatan, coklat kemerahan, merah anggur dan kehijaun. Pada cangkang bagian luar terdapat garis-garis radier yang menonjol seperti sisik, berwarna lebih terang dari warna cangkang, berjumlah 10-12 buah dan ukurannya lebih besar dibandingkan pada spesies lain.
Umumnya setelah dewasa warna cangkang menjadi kuning tua sampai kuning kecoklatan, warna garis raider biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam (Nacre) berwarna putih mutiara dan mempunyai struktur keping yang kecil-kecil terdiri dari kristal aragonite yang tersusun pada satu kerangka conchiolin. Conchiolin adalah lapisan yang terluar, tetapi biasanya telah terkikis oleh alam, kecuali pada tiram yang masih muda (Atmosudarmo dalam Mulyanto, 1987).

3.1.3. Anatomi
Menurut Mulyanto (1987), terdapat tiga bagian utama dari anatomi tiram yaitu kaki, mantel dan organ bagian dalam (visceral mass), hal serupa juga dinyatakan oleh Winanto dan Tun (1988).
a. Kaki
Kaki yang ada dalam tubuh tiram tidak akan dipergunakan lagi apabila tiram telah menempel dengan byssusnya (Mulyanto, 1987),. Pada waktu masih muda sampai pada saat menemukan tempat yang cocok untuk menempel digunakan kaki sebagai alat geraknya (locomotion) selain itu juga kaki digunakan oleh tiram sebagai alat pembersih dari kotoran-kotoran atau partikel-partikel pengganggu pada insang dan mantel (Sutaman, 1993). Pada bagian kaki ini terdapat byssus, yaitu alat penempel tubuh pada substrat atau tempat yang disukai. Bentuk byssus ini menyerupai rambut atau serat dan berwarna hitam. Kaki pada tiram tersusun oleh suatu jaringan yang bersifat elastis yang bisa merenggang atau memanjang sampai tiga kali dari keadaan normal (Tun dan Winanto, 1988).
b. Mantel
Bagian dari tubuh tiram yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kulit dan pembentukan mutiara adalah mantel (Priyono, 1981). Winanto et al., (1988) menyatakan organ bagian dalam tiram terbungkus oleh mantel yang menggantung seperti tabir diantara cangkang dan tubuh. Mantel terdiri dari dua bagian, yaitu belahan mantel bagian kanan dan bagian kiri. Kedua bagian tersebut saling berhubungan di samping garis punggung bagian tengah. Mantel juga berfungsi sebagai penyaring unsur-unsur yang terhisap (berbagai jenis plankton) dan menyemburkan kotoran ke luar. Fungsi lainnya adalah menjalankan kegiatan utama pada pernafasan seperti halnya insang dalam menghisap makanan.
c. Organ Bagian Dalam (Visceral mass)
Organ bagian dalam tubuh tiram terdiri dari insang, mulut, jantung, otot-otot gonad dan susunan syaraf seperti yang terlihat pada Gambar 1. Insang berperan sangat penting dalam pernafasan dan pengumpulan makanan. Menurut Mulyanto (1987), adanya gerakan silia yang dimiliki insang mampu menyebabkan air masuk ke rongga mantel (mantle cavity) melalui lubang pemasukan (inhallent siphon). Makanan yang terbawa oleh air, masuk ke dalam mulut dan air keluar kembali melalui exhallent siphon.













Gambar 11. Anatomi tiram mutiara (P. maxima)
Sumber : Mulyanto (1987)

Mulut tiram terletak pada bagian ujung atas anterior yang terhubungkan oleh suatu aliran menuju organ bagian dalam dan masuk melalui kerongkongan yang pendek, berbelok masuk langsung melalui saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisahkan makanan (Abbott, 1967 dalam Raswin dan Ayodhyoa, 1972).
Jantung terletak di bagian punggung, terdiri dari satu bilik jantung bagian tengah dan dua cabang auricula. Pembuluh darah depan dan satu pembuluh darah belakang akan membawa darah (darah tidak berwarna) keluar dari jantung. Urat nadi anterior dan posterior menyalurkan darah dari hati. Untuk sistem saraf, terdiri dari simpul saraf pusat sebagai susunan saraf otak sederhana dengan tali urat saraf dan alat perasa yang sederhana (Tun dan Winanto, 1988).
Tun dan Winanto (1988), menyatakan bahwa tiram mutiara memiliki sepasang otot yang mempunyai peranan penting di dalam tubuh tiram yaitu otot adductor yang berfungsi dalam membuka cangkang dan otot penutup (retractor) yang berfungsi dalam proses menutupnya cangkang.
Gonad merupakan organ reproduksi tiram mutiara yang terdiri dari sepasang dan letaknya simetris. Gonad jantan maupun betina yang telah tumbuh sempurna (matang gonad) akan menyelimuti seluruh bagian organ dalam (perut, jantung, dan bagian utama usus), tetapi gonad tidak menutupi bagian pangkal byssus. Induk tiram yang telah matang kelamin dapat ditandai dari warna gonadnya, untuk induk jantan gonadnya berwarna krem keputihan sedangkan induk betina berwarna kuning (Dhoe et al., 2001)

3.1.4. Sistem Reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa spesies tertentu ditemukan sejumlah individu yang hermaprodit. Perubahan kelamin (sex reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada stadia awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal juga diamati Wada and Wada (1939) dalam Chan (1949) terhadap tiram Pinctada maxima, hasilnya menunjukan bahwa jenis kelamin tiram ternyata tidak tetap, sejumlah jantan berubah menjadi betina dan sebaliknya betina bisa menjadi jantan.
Bentuk gonad tebal mengembung, pada kondisi matang penuh gonad menutupi seluruh organ dalam (perut, hati dan lainnya) kecuali kaki. Secara eksternal sulit untuk membedakan antara gonad jantan dan betina, utamanya pada stadia awal, keduanya berwarna krem kekuningan. Tetapi setelah stadia matang penuh, gonad tiram Pinctada maxima jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua.
Tingkat kematangan gonad tiram mutara dikelompokan menjadi lima stadia (deskripsi ini hanya didasarkan pada tiram betina) yaitu:
Stadia I: tahap tidak aktif/salin/istirahat (inactive/spent/maturing): Kondisi gonad mengecil dan bening transparan. Dalam beberapa kasus, gonad berwarna oranye pucat. Rongga kosong sel berwarna kekuningan (lemak). Pengamatan jenis kelamin pada fase ini sangat sulit dilakukan.
Stadia II: Perkembangan/Pematangan (developing/maturing): Warna transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, material gametogenik (sel kelamin) mulai ada dalam gonad. Saat mencapai fase lanjut, gonad mulai menyebar di sepanjang bagian posterior sekitar otot retraktor dan lebih jelas lagi di bagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang di sepanjang dinding kantong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 µm-47,5 µm.
Stadia III: Matang (mature): Gonad tersebar merata hampir diseluruh jaringan organ, biasanya berwarna krem-kekuningan. Sebagian besar oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68 µm x15 µm. Inti berukuran 25 µm.
Stadia IV:Matang penuh/memijah sebagian (fully maturation/partially spawned): Gonad menggembung, tersebar merata, dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika ada sedikit trigger (getaran). Oocyt bebas dan terdapat di seluruh dinding kantong. Hampir semua oocyt berbentuk bulat dan berinti. Ukuran oocyt rata-rata 51,7 µm.
Stadia V: Salin (spent): Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit gonad (kelebihan gamet) tertinggal di dalam lumen (saluran-saluran di dalam organ reproduksi) pada kantong. Jika ada oocyt maka jumlahnya hanya sedikit dan berbentuk bulat. Ukuran rata-rata oocyt 54,4 µm. Deskripsi fase salin biasanya digunakan pada kondisi setelah oogenesis, selanjutnya secara cepat akan berubah ke fase salin istirahat (Fase I : spent resting).
Pada stadia awal perkembangan gonad, tiram jantan dan betina menunjukan perkembangan reproduksi yang sama, oleh karena itu pada stadia II dan III warna gonad krem pucat. Pada stadia gametogenesis yang lain, gonad jantan dan betina nampak sama jika diamati secara ekternal (Chellam 1987; Winanto 2004).
Pada berbagai kasus di lapangan, para praktisi (breeder)sering kali menggunakan induk stadia III dan IV untuk pemijahan. Spesifikasi induk betina stadia III adalah gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ, biasanya berwarna krem kekuningan. Sedangkan induk stadia IV mempnyai ciri-ciri gonad mengembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika ada sedikit trigger. Oocyt bebas dab terdapat di seluruh dinding kantong gonad. Hampir semua oocyt berbentuk bulat dan berinti.
Menurut Wada at al. (1995) pengetahuan tentang biologi reproduksi tiram mutiara sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri budidaya mutiara, khususnya memahami perkembangan gonad dan dinamika populasinya di alam. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan dan perbaikan teknik penempatan inti bulat di dalam gonad pada budidaya mutiara.
Hasil pengamatan Winanto et al. (2002) terhadap stadia kematangan gonad dan musim pemijahan Pinctada maxima di Teluk Hurun, Lampung dari tahun 1996-2002 menunjukan, bahwa kematangan gonad terjadi setiap bulan, namun stadia kematangan gonad penuh (TKG IV) hanya terjadi pada bulan Maret, Mei dan Agustus sampai November . Gonad dalam masa istirahat (resting phase) terjadi pada bulan Desember, stadia I dan II terjadi hampir sepanjang tahun. Selama tujuh tahun pengamatan, dicatat stadia perkembangan gonad tertinggi hanya sampai TKG II terutama pada bulan April dan Juni. Sedangkan TKG III terjadi pada bulan Januari-Maret dan Juli-Desember.
Apri I. Supii dan Sudewi yang mengamati perkembangan kematangan gonad tiram mutiara Pinctada maxima di Teluk Pegametan Kabupaten Buleleng, Bali. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada bulan Pebruari sampai dengan April terdapat jumlah induk jantan yang matang gonad lebih banyak dari induk betina. Sedangkan pada bulan Agustus sampai dengan November induk betina jumlahnya lebih banyak dari induk jantan. Kematangan gonad induk tiram mutiara pada daerah penelitian ini adalah pada bulan Pebruari sampai dengan bulan April, tetapi puncak kematangan gonad terjadi pada bulan Agustus sampai dengan November.
Telur yang telah dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula terjadi penonjolan polar lobe II yang merupakan awal proses pembelahan sel dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase trocofor, dengan bantuan bulu-bulu trocofor dapat berenang-renang dan bergerak berputar-putar. Beberapa jam kemudian trocofor akan berkembang menjadi veliger atau larva bentuk D (gambar 2), dengan ditandai tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Larva mulai makan dan telah ditutupi cangkang tipis. Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh velum, pada fase ini biasanya sangat sensitif terhadap cahaya dan sering berenang-renang di permukaan air. Selama stadia planktonis, larva biasanya berenang-renang menggunakan bulu-bulu getar atau menghanyut dalam arus air.
Pada saat mencapai stadia umbo (gambar 2) secara bertahap cangkang juga ikut berkembang. Bentuk sepasang cangkangnya sama dan mantel sudah berfungsi secara permanen. Pada akhir stadia umbo, larva bergerak menggunakan velum.
Stadia Pediveliger (gambar 2) ditandai berkembangnya kaki, gerakan-gerakan sederhana dari berenang sampai berputar-putar dilakukan dengan velum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik, velum akan menghilang, lembaran-lembaran insang mulai nampak jelas.
Proses pencarian tempat atau substrat untuk menempel atau menetap dimulai sejak larva mencapai stadia pediveliger. Pertumbuhan awal cangkang terlihat pada bagian tepi cangkang, bentuknya sangat tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis conchiolin. Pada waktu yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benang-benang bisus untuk menempel. Organ lain yang berkembang adalah labial palp dan insang. Stadia pertumbuhan setelah pediveliger ini biasanya disebut Plantigrade (gambar 2).
Perkembangan akhir larva yaitu perubahann stadia planigrade menjadi spat (gambar 2). Bentuk spat menyerupai tiram dewasa,mempnyai engsel, auricula depan dan belakang serta terdapat kaki bisus pada bagian anterior. Cangkang sebelah kiri lebih cembung dari pada yang kanan. Spat-spat biasa menempel pada substrat dengan bantuan benang-benang bisus. Laju pertumbuhan dari stadia larva sampai spat pada satu tempat dan tempat yang lain berbeda-beda, tergantung dari faktor lingkungan.



Gambar 12. Siklus hidup Pinctada maxima (modifikasi dari Tun and Winanto1987, Winanto 1988); Ikenoue and Kafuku 1992) (1) Telur dan Sperma (2) Telur dibuahi (3) Pembelahan sel (4) Gastrula (5) Larva bentuk-D (6) Stadia Umbo (7) Dewasa


3.2. Sistem Pencernaan
Seperti halnya pada jenis kekerangan yang lain, tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan cara menyaring pakan yang ada di dalam air laut. Getaran silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam ronga mantel. Gerakan silia akan memindahkan phytiplankton yang ada di sekeliling insang dan dengan bantuan labial palp atau melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam mulut ( Gosling; 2004)
Mulut terlerak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau disebelah atas kaki. Makanan yang ditelan masuk ke dari mulut kemudian melaui kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti hurus S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009)
3.3. Sistem Pernapasan
Insang merupakan organ yang mempunyai peran fungsional baik dalam pernapasan maupun osmoregulasi. Sel-sel yang berperan pada proses osmoregulasi adalah sel-sel chlorida yang terletak pada bagian dasar lembaran-lembaran insang. Insang berjumlah empat buah, berbentuk sabit, dua insang berada di sisi kanan dan kiri, menggantung pada pangkal mantel seperti lipatan buku (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009).
Air masuk melalui saluran inhelan akan berhenti pada bagian mantel, lalu secara cepat dan kompak bekerjasama dengan insang sehingga dapat memanfaatkan udara yang terangkut dan air dikeluarkan kembali melalui saluran ekshalen. Air serta darah yang tidak berwarna masuk melaui beberapa filamen tunggal lalu mengalir ke luar menuju pinggir insang, kemudian melintas ke atas berputar kembali melalui filamen dan masuk ke branchial atau ctenidial. Dengan bantuan silia-silia pada branchial dapat menimbulkan arus yang masuk ke bilik palial dan melintas ke atas, melaui lamela branchial. Jadi selain menjalankan fungsi pernafasan, filamen pada insang dan mantel dapat memperlancar peredaran darah (Gosling, 2004; Velayudhan and Gandhi 1987)


3.4. Kualitas Air
Perkembangan, pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara sangat dipengaruhi oleh kualitas air di lingkungan tempat hidupnya. Beberapa parameter kualitas air tersebut antara lain suhu, kecerahan, salinitas, Oksigen terlarut (DO), pH, dan pakan hidup (Soria et al 2007, Yokihira et al; 2006)

Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologis tiram mutiara dalam air. Menurut Chan (1949) suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara berkisar antara 200C-300C. Sedangkan menurut Suharyanto et al. (1993), suhu air pada kisaran 27-310C dianggap cukup layak untuk kehidupan tiram mutiara Pinctada margaritifera (japing-japing)
Menurut Nayar dan Mahadevan (1987 dalam Winanto 2009), selama pemeliharaan di dlaam laboratorium, suhu yang bervariasi akan mempengaruhi waktu penempelan larva tiram mutiara. Pada suhu 28,2-29,2 0C larva akan menempatkan diri untuk menetap-melekat pada substrat setelah berumur 24 hari. Selanjutnya pada rentang suhu 24,3 – 27,20C larva baru akan menetap setelah 32 hari. Pada suhu yang rendah, sebagian besar waktu tiram mutiara akan dihabiskan untuk melakukan metamorfose secara lengkap dan melekatkan diri untuk menetap.
Suhu air sangat berperan dalam mengendalikan proses metabolisme. Perubahan suhu walaupun kecil selama pemeliharaan larva dapat mengakibatkan kematian. Pada suhu antara 24-300C, tiram mutiara Pinctada margaritifera sangat aktif melakukan kegiatan metabolisme, sedangkan pada suhu 18-200C tidak aktif lagi. Suhu air yang baik untuk pemeliharaan larva verkisar antara 25-270C (Hisada dan Komatsu,1985; Shokita et al 1991).

Kecerahan
Kecerahan air berpengaruh terhadap fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap proses pembukaan dan penutupan cangkang. Cangkang tiram akan terbuka sedikit bila ada cahaya, dan terbuka lebar bila suasananya agak gelap. Oleh sebab itu ruang pemeliharaan larva dan spat biasanya dibuat agak gelap, dengan tujuan agar organisme yang dipelihara merasa nyaman dan cangkang bisa bebas terbuka, sehingga proses filtrasi pakan dapat berlangsung maksimal dan alami (Gosling,2004; Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009)
Kecerahan yang tidak terlalu tinggi dapat melindungi tubuh larva stadia veliger dari radiasi sinar ultra violet. Karena larva masih bersifat fototaksis positif dan umumnya di dalam proses metamorfose menghendaki sinar yang sesuai (CMFRI 1991 dalam Winanto).
Lokasi pemeliharaan induk sebaiknya mempunyai kecerahan antara 4,5 – 6,5 m. Apabila kecerahan lebih dari kisaran tersebut akan menyulitkan pemeliharaan, karena demi kenyamanan induk harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada (Tun dan Winanto, 1987).

Salinitas
Dilihat dari habitatnya tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi. Tiram mutiara toleran terhadap kisaran salinitas 24 dan 50 0/¬00, namun hanya untuk jangka waktu pendek yaitu sekitar 2-3 hari.
Lokasi pembenihan sebaiknya dipilih di loasi perairan yang memiliki salinitas antara 32-35 0/¬00, karena baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva dan spat. Pada salinitas 14 0/¬00¬ dan 50 0/¬00, dapat mengakibatkan kematian tiram mutiara sampai 100 % (BBL 2001; Tun dan Winanto 1987).

Oksigen Terlarut (DO
Bagi organisme akuatik yang dibudidayakan, oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan. Menurut Imai (1982) dalam Wiananto (2009), tiram dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,20 – 6,60. Pengamatan Darmaraj (1983) di daerah polupasi alami tiram Pinctada sugilata menunjukan bahwa kandungan rata-rata oksigen terlarut di permukaan air 4,22 ml/l dan dasar perairan 4,37 ml/l. Sedangkan pengamatanya di daerah budidaya mencatat kandungan oksigen terlarut dibagian permukaan 5,05 ml/l dan dasar perairan 4,77 ml/l.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Nayar dan Mahadevan (1987) dalam Winanto (2009), bahwa tiram mutiara tidak akan mengalami stres pada kisaran konsentrasi oksigen terlarut yang terbatas. Hal ini merupakan fakta, karena metabolisme pada kebanykan moluska sangat tergantung pada batas tekanan oksigen terlarut, sampai mencapai batas tekanan terendah hingga oksigen terlarut akan naik kembali.
Hasil penelitian Dharmaraj (1983) tentang kebutuhan oksigen teralrut tiram mutiara Pinctada fucata, menunjukan bahwa tiram berukuran 40-50 mm mengkonsumsi oksegen 1,339 µl/l ; ukuran 50-60 mm mengkonsumsi 1,650 µ/l dan ukuran 50-70 mm mengkonsumsi 1,810 µ/l.

pH
pH air yang layak untuk kehidupan tiram mutira Pinctada maxima berkisar antara 7,8-8,6 (Matsui 1960 dalam Wiananto,2009). Sedangkan pada pH 7,9-8,2 tiram mutiara dapat berkembang baik dan tumbuh dengan baik.
Menurut Mahadevan and Nayar (1974) dalam Wiananto, (2009), pada prinsipnya habitat tiram mutiara berada pada perairan dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan bereproduksi kembali bila pH lebih tinggi dari 9,00. Aktivitas tiram akan meningkat pada pH 6,75-7,00 dan menurun pada pH 4-6,5, pada kisaran pH tersebut jumlah tiram yang normal hanya sekitar 10 %.

3.5. Pakan Hidup
Pakan merupakan salah satu faktor penentu di dalam keberhasilan kegiatan pembenihan tiram mutiara. Ketersediaan pakan yang tepat waktu, jumlah dan jenis akan sangat mendukung sukses produksi massal spat. Pakan utama yang biasa diberikan pada tiram mutiara yaitu jenis falgelata, berukuran kurang dari 10 mikron. Beberapa jenis alga yang umum diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/Monochrysis lutheri, Chormulina sp, Chaetoceros sp, Nannochloropsis sp, dan Dicrateria. Untuk fase pertumbuhan samapi menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga tersebut. Namun untuk stadia awal larva, jenis fitoplankton falgelata yang paling penting untuk pakan adalah Isochrysis galbana (Klas:Haptophyceae) dengan ukuran sekitar 7 µm. Adakalanya digunakan jenis Tetracelmis tetrathele dan hlorella sp, terutama untuk stadia spat atau sebagai pakan campuran induk (Alagarsuwami et al. 1987, Winanto et al. 2001, Winanto, 2004). Menurut Martinez-Fernandez (2004) beberapa jenis mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna antara lain nannochloris sp, Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Chaeticeros meulleri, chaetoceros calcitran, tetracelmis tetrathele dan Tetracelmis suecica.
Preferensi larva terhadap pakan sangat tergantung pada ukuran dan spesies, masing-masing jenis tiram mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam memilah dan mengambil makanan yang disukai. Pada prinsipnya, mikro alga yang digunakan sebagai pakan larva tiram atau organisme laut lainnya adalah mempunyai ukuran yang tepat untuk dimakan atau sesuai dengan bukaan mulut larva/spat, mudah dibudidayakan, cepat tumbuh dengan kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan substansi racun (Ponis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar